MAKALAH
MANAJEMEN
PEMASARAN GLOBAL
ORIENTASI
BISNIS GLOBAL MODEL EPRG
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
3
ANGGEA AUDIKA LESTARI
|
10215778
|
ANGGARA ADI PRATAMA
|
10215775
|
FERRY CHRISLIANDY SEBAYANG
|
1B216811
|
RISKA LESTARI
|
16215056
|
ROMANAH KADARISMAN
|
16215254
|
YELLY CINTIA HANSEN
|
17215229
|
KELAS
4EA33
JURUSAN
MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.Dan harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bekasi,
24 November
2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 1
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Etnosentris................................................................................................... 2......
2.2 Polisentris..................................................................................................... 4
2.3 Regiosentris................................................................................................. 5
2.4 Geosentris............................................................................................................... 6
2.5 Contoh Penerapan EPRG............................................................................ 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 11
DAFTARPUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Model EPRG (etnosentris, polisentris, regiosentris, geosentris) adakalanya
juga disebut sebagai model EPG (etnosentris, polisentris dan geosentris),
adalah suatu istilah yang sering digunakan dalam pemasaran internasional atau
global. Perlmutter (1969) adalah orang pertama yang memperkenalkan model EPG,
yaitu suatu strategi organisasi yang ditandai oleh tiga faktor, yakni: etnosentrisme,
polisentrisme dan geosentrisme. Pada periode berikutnya Perlmutter dan Douglas
(1973) melengkapi model EPG ini dengan faktor lain, yaitu regiosentrisme, yang
kemudian dikenal dengan model EPRG. Model tersebut bertujuan untuk
mengidentifikasi orientasi suatu organisasi, dimana biaya dan keuntungan
organisasi akan berbeda tergantung pada orientasi model tersebut. Oleh karena
itu identifikasi akan orientasi yang tepat adalah sangat penting. Demikian pula
halnya adalah penting agar budaya organisasi, strategi pemasaran, dan lain
sebagainya dilaksanakan secara konsisten, sehingga organisasi dapat beroperasi
secara efisien di pasar. Uraian berikut ini merupakan paparan dari ide-ide
utama model EPRG dalam konteks dan relevansinya dengan ekonomi moderen dalam
era globalisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan model EPRG?
2.
Bagaimana bentuk orientasi bisnis global
dengan model EPRG?
3.
Apa saja contoh perusahaan yang menggunakan
model EPRG?
1.3Tujuan Pembahasan
1.
Mempelajari dan memahami maksud dari model
EPRG
2.
Mempelajari dan memahami bentuk
orientasi bisnis global dengan model EPRG
3.
Mempelajari dan memahami contoh perusahaan
yang menggunakan model EPRG
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Etnosentris
Model pertama adalah model yang sangat umum pada organisasi yang baru
memulai kegiatan internasional. Model Etnosentris berasumsi bahwa negara
asalnya lebih unggul dibanding negara lain di dunia. Manajemen hanya melihat
persamaan yang ada di pasar dan berasumsi bahwa produk dan kebiasaan yang
sukses di negeri sendiri akan sukses juga di mana saja. Sekarang paham ini
menjadi ancaman internal terbesar yang dihadapi perusahaan.Perusahaan
etnosentris yang berbisnis di luar negeri dapat disebut sebagai perusahaan
internasional. Organisasi semacam ini lebih memusatkan upaya mereka pada aspek
operasi dan pemasaran, terutama pada pasar domestik. Kegiatan pada pasar luar
negeri biasanya dianggap sebagai kegiatan sementara. Oleh karena itu, pola
perilaku pasar organisasi demikian didasarkan pada pengalaman yang diperoleh
dari pasar domestik atau lokal. Biasanya mereka tidak banyak mengubah perilaku
domestiknya agar sesuai dengan pasar luar negeri. Budaya, pemasaran, prosedur
organisasi dan sebagainya lebih merupakan salinan dari pasar domestik. Dengan
demikian, pasar luar negeri acapkali dianggap sebagai hal yang sekunder.
Artinya, hampir tidak ada kegiatan penelitian yang signifikan dilakukan pada
pasar luar negeri (Radomska, 2010).
Etnosentrisme muncul dari dominasi satu budaya atas budaya lainnya.
Dominansi tersebut tidak hanya terkait dengan bidang budaya an sich, namun
termasuk juga pada keterampilan teknik, manual, mental dan bahkan etika dan
moral. Orientasi ini terbentuk secara alami karena beberapa faktor psikologik.
Sekelompok orang secara historikal memiliki kecenderungan untuk bersatu secara
alami, dan entah bagaimana pola perilaku kolektif mereka menjadi mirip dan
serempak. Menurut Ahlstrom dan Bruton (2010) pada budaya model “etnosentrisme?
tergambar adanya rasa superioritas kelompok tentang tradisi asal muasal
kelahiran organisasi mereka. Mereka yang berpandangan etnosentris percaya bahwa
cara yang mereka lakukan adalah hal yang terbaik, tidak peduli dengan adanya
keterlibatan budaya bangsa lain. Mereka yang berpandangan etnosentris cenderung
memproyeksikan nilai-nilai mereka terhadap orang lain, dan bahkan melihat
budaya orang lain sebagai sesuatu yang asing, aneh dan hanya sedikit atau tidak
bernilai sama sekali bagi mereka. Mereka berasumsi bahwa strategi domestik
adalah yang terbaik dan lebih unggul ketimbang strategi yang bersumber dari
pihak asing. Sekalipun mereka melakukan diversifikasi pasar domestik, dengan
beroperasi pada pasar internasional, maka mereka senantiasa akan membawa para
manajer dari negara mereka, dengan tetap menerapkan hirarki organisasi yang
masih sangat terpusat sebagai subordinasi langsung dari markas mereka yang
terletak di negara asal. Tentu saja strategi ini lebih memakan biaya yang
signifikan, mengingat para manajer mereka harus direkrut dari negara asal (home
country). Artinya, terdapat biaya kompensasi tambahan terhadap gaji pokok para
pekerja yang ditempatkan di luar negeri. Namun demikian, dengan membawa manajer
sendiri dari negara asal dapat memiliki beberapa dampak positif juga bagi
negara tuan rumah (host countries), diantaranya terdapat aliran pengetahuan
baru yang bisa diamanfaatkan. Sebaliknya, adanya perasaan lebih unggul terhadap
budaya lain, dengan menerapkan kebiasaan domestik pada pasar luar negeri,
mengkibatkan kurangnya daya elastisitas, keterbukaan dan fleksibilitas, yang
berdampak pada peningkatan biaya dan rendahnya efisiensi. Dalam kasus terburuk
organisasi bisnis mereka dapat ditolak oleh pihak pelanggan asing yang menuntut
untuk mengubah orientasi pasar mereka.
Sebagaimana terjadi pada kasus Nissan di pasar Amerika Serikat (AS), dimana
terdapat perbedaan suhu dan cuaca diantara kedua negara tersebut. Musim dingin
di Jepang lebih ringan ketimbang di AS, dan kondisi cuaca di beberapa negara
bagian di AS dapat mencapai titik suhu terendah dengan medan salju yang cukup
berat. Bagi kebanyakan masyarakat di Jepang, mereka cukup menutupi mobil mereka
untuk melindungi rintikan salju dan cuaca dingin. Para eksekutif Nissan
berasumsi bahwa para pelanggan di AS akan melakukan hal yang sama, seperti
kebiasaan masyarakat di Jepang. Faktanya para pelanggan di AS memiliki masalah
dengan mobil Nissan mereka akibat dari perbedaan suhu dan cuaca. Sehingga pada
akhirnya, Nissan harus mengubah orientasi pasar mereka dari yang tadinya
bersifat etnosentris bergeser ke model polisentris (Keegan, 2003, 2014).
Menurut Hofstede (2010), di wilayah dengan skala rentang manajemen yang lebih
luas, dalam perkembangan 30 tahun terakhir ini, pendekatan etnosentris secara
bertahap telah kehilangan dukungan, bukan hanya karena pandangan tersebut
terbukti kurang efektif, namun adakalanya hal tersebut berakibat fatal. Mungkin
ada yang dinamakan produk global, akan tetapi tidak ada manusia global.
Keberhasilan suatu bisnis pada akhirnya akan tergantung pada seberapa baik
suatu produk dapat menjangkau banyak pelanggan, yang perilaku mereka
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mungkin berbeda dan sebelumnya sulit terduga
oleh para manajer bisnis yang dipengaruhi oleh kelakuannya.
2.2
Polisentris
Orientasi polisentris adakalanya juga disebut sebagai multilokal lebih
merupakan adaptasi dari faham etnosentris, meskipun aktivitas bisnis organisasional
mereka telah melebar ke beberapa pasar luar negeri. Model polisentris berasumsi
bahwa masing-masing negara adalah unik sehingga mengembangkan strategi yang
berbeda-beda. Masing-masing anak perusahaan di luar negeri mengembangkan
strategi bisnis dan pemasarannya sendiri-sendiri. Perusahaan polisentris sering
disebut dengan terminologi perusahaan multinasional. Pendekatan polisentris
mulai memperhitungkan adanya spesialisasi pada masing-masing pasar luar negeri,
dengan memperhitungkan keragaman budaya, preferensi dan harapan pelanggan dalam
strategi pemasaran mereka. Suatu organisasi polisentris mulai tertarik untuk
mempelajari spesifikasi masing-masing pasar luar negeri pada tempat mereka
berada, sehingga penelitian pasar secara independen pada masing-masing pasar
dianggap penting (Radomska, 2010). Dalam kasus orientasi polisentris, maka
organisasi bisnis lebih berfokus pada masing-masing individu di pasar luar
negeri dengan segala kekhususan lokal mereka, yang membedakan mereka dari pasar
domestik. Orientasi ini didasarkan pada filosofi bahwa lebih baik menggunakan
metode lokal untuk mengatasi permasalah lokal, ketimbang memaksakan suatu
solusi yang asing dan mengundang pertentangan. Namun demikian, polisentrisme
ekstrim juga agaknya kurang efektif, yang berasumsi bahwa pasar lokal hanya
dapat difahami oleh manajer lokal, sehingga dapat menyumbat aliran pengetahuan
yang berguna. Menurut Ahlstrom dan Bruton (2010) “polisentrisme ekstrim
merupakan kebalikan dari etnosentrisme bahwa seseorang akan berusaha melakukan
sesuatu dan mengatasi masalah dengan cara-cara lokal”, sehingga muncul pomeo ketika
anda tinggal di Roma, maka berlakulah seperti orang Roma?, sehingga
polisentrisme ekstrim adakalanya merupakan sumber utama dari penyimpangan etika
pada sejumlah organisasi. Orientasi Polisentris mengasumsikan bahwa suatu
tindakan para manajer di berbagai negara tidak perlu dikendalikan secara ketat
oleh kantor pusat di negara domestik, dan sekaligus memberi kesempatan
kebebasan dalam betindak. Sayangnya, hal tersebut sering memicu kebebasan yang
berlebihan, sehingga timbul kekacauan dan kurangnya koordinasi diantara cabang-cabang
organisasi. Bahkan para manajer lokal mulai enggan melaksanakan rekomendasi
dari kantor pusat, akibat terlalu yakin pada pendiriannya dalam hal memahami
pasar lokal. Dampak patologik dari orientasi polisentrisme ekstrim ini adalah
berkurangnya skala ekonomi.
Misalnya, pada tahun 1990-an, Citicorp adalah organisasi yang berorientasi
polisentrisme. Pada tahun 1998 Citicorp digabung dengan Travelers Group dengan
membentuk Citigroup, dimana masing-masing cabang di berbagai negara dapat
melakukan kebijakan mereka sendiri, yang akibatnya kepentingan seluruh cabang
organisasi secara kelompok tidak terlayani, sehingga mereka menggeser
orientasinya pada model geosentrisme (Bartlett, Beamish, 2010).
2.3
Regiosentris
Orientasi regiosentris hampir mirip dengan polisentris, namun organisasi
polisentris tidak hanya mengakui adanya perbedaan sifat spesifik pada pasar
luar negeri, akan tetapi juga juga merasakan adanya sejumlah kesamaan dari
masing-masing pasar luar negeri. Oleh karena itu mereka merasa perlu membuat
pengelompokkan pasar yang sama berdasarkan suatu wilayah, dengan
mengidentifikasi ciri-ciri yang sama (Radomska, 2010). Dengan kata lain, adanya
kesamaan antar negara pada pasar yang terletak dalam salah satu wilayah atau
kawasan telah memicu pengembangan dan penggunaan suatu strategi regional
terpadu (Bartosik-Purgat, 2010). Munculnya kelompok antara negara yang
terbentuk secara alami tersebut, sebagian dipicu oleh proses liberalisasi
perdagangan, sehingga muncul pengelompokan wilayah seperti NAFTA dan Uni Eropa
(EU). Menurut Shong (2008), suatu organisasi multinasional (MNC) yang memiliki
kecenderungan regiosentris akan diuntungkan oleh penerimaan publik yang
mengkombinasikan pendekatan etnosentris dan polisentris dengan menggunakan
strategi yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan lokal dan regional
sekaligus. Pendekatan regiosentris tidak begitu terfokus pada suatu negara
tertentu saja pada suatu wilayah geografis. Dalam hal ini, segmentasi pasar
didasarkan pada pengelompokan wilayah atau kelompok antar negara yang mirip
antara satu dengan lainnya. Wilayah tersebut terbentuk karena adanya kesamaan
seperti latar belakang budaya, ekonomi, dan politik.
Sebagai contoh, pelanggan di Amerika Utara mungkin memiliki rasa atau
preferensi yang berbeda dengan pelanggan dari negara-negara pasca-Uni-Soviet.
Untuk itu, Coca-Cola dan Pepsi telah menggunakan strategi regiosentris yang
mengasumsikan bahwa sekelompok negara yang berada di kedua wilayah tersebut
masing-masing dapat dianggap sebagai pasar tunggal. Dengan menggunakan
orientasi tersebut terbuka kemungkinan perluasan perekonomian dalam skala yang
lebih besar dari strategi polisentris (Wiktor et al., 2008). Suatu contoh
menarik dari suatu organisasi bisnis yang berorientasi regiosentris adalah
General Motors. Organisasi bisnis ini memiliki strategi yang berbeda secara
signifikan yang digunakan di Uni Eropa, Amerika Serikat dan Asia. Para manajer
papan atas di berbagai wilayah tersebut memiliki kebebasan yang cukup besar
dalam pengambilan keputusan, sehingga orientasi regiosentris sering dikaitkan
dengan adanya peningkatan desentralisasi organisasi (Kejda, 2009).
2.4
Geosentris
Suatu organisasi yang berorientasi geosentris akan memperlakukan semua
pasar luar negeri sebagai suatu kesatuan, yakni sebagai pasar global. Pasar
global dipahami sebagai pasar tunggal, yang secara sosiologis dan ekonomis
dianggap seragam. Tentu saja, penyeragaman ini mengandung banyak
penyederhanaan. Namun mereka meyakini dan berasumsi bahwa sejumlah perbedaan
dapat dengan sengaja diabaikan, dengan suatu keyakinan bawa pelanggan akan
menerima pendekatan yang universal (Radomska, 2010). Sebelumnya Keegan dan
Schlegelmilch (1999) berpendapat bahwa “orientasi geosentris merupakan sintesis
dari etnosentrisme dan polisentrisme, yang melihat adanya persamaan dan
perbedaan pada dunia dalam konteks pasar dannegara, sehingga diperlukan
strategi global yang sepenuhnya responsif terhadap kebutuhan dan keinginan
lokal”. Orientasi geosentris lebih berfokus pada mengambil manfaat dari skala
ekonomi. Hal tersebut telah memicu peningkatan kualitas produk dan pelayanan
yang ditawarkan dengan menggunakan sumber daya global secara efisien. Namun
pada sisi yang lain, terdapat peningkatan terkait dengan biaya sumber daya
manusia, manajemen HRD, dan lain sebagainya, yang timbul karena adanya
kebutuhan akan kegiatan pelatihan, saluran komunikasi yang efisien, biaya
transportasi, dan lain sebagainya. Terlebih lagi dengan pesatnya kemajuan
teknologi akhir-akhir ini yang memungkinkan tingkat pertukaran informasi yang lebih
cepat dan akurat, sehingga kondusif bagi pembentukan organisasi transnasional
global. Organisasi demikian telah menghasilkan produk tertentu yang unik,
seperti perangkat lunak komputer, atau peralatan medik berteknologi tinggi.
Pendekatan geosentris tidak membuat perbedaan khusus antara pasar domestik dan
asing, dimana strategi pemasaran mereka lebih dilandasi oleh adanya berbagai
peluang yang perlu ditangani dengan cara sebaik mungkin. Mereka akan merekrut
para manajer yang paling kompeten pada bidang tertentu, melampaui batas
geografis, budaya, preferensi dan lain sebagainya. Para manajer lokal dianggap
belum tentu memiliki kompetensi tinggi pada pasar lokal mereka, dibandingkan
dengan para manajer dari luar negeri. Oleh karena itu, diferensiasi negara mulai
memudar. orientasi inti dari pendekatan geosentris ini adalah mengambil hal
terbaik dari yang dimiliki masing-masing negara. Orientasi ini mungkin agak
mirip dengan ide-ide klasik dari teori keunggulan komparatif, yang pernah
dirumuskan oleh Torrens dan dikembangkan oleh Ricardo (Budnikowski, 2003).
Dalam pendekatan geosentris antara markas atau induk dan anak atau cabang
perlu bersatu dengan cara apapun untuk menghapus bias polarisasi antara negara
asal dan negara tuan rumah. Oleh karena itu orientasi geosentrisme adalah suatu
gagasan yang lebih dari sekedar transnasional atau multinasional semata.
Intinya adalah bahwa tidak boleh adanya hambatan eksplisit antara kantor pusat
dan anak perusahaan di negara lain. Semua organisasi dapat disetarakan sebagai
organisme global dengan organ yang sama istimewanya yang tersebar di berbagai
negara. Tentu saja, faktor-faktor seperti standar tenaga kerja, selera dan
preferensi pelanggan, berbeda secara signifikan di antara berbagai negara.
Wiktor et al. (2008) berpendapat, bahwa esensi dari strategi geosentris adalah
sebuah pendekatan yang seragam bagi semua pasar nasional, sebagai pasar global,
terlepas dari perbedaan sosial dan ekonomi tertentu di antara berbagai negara.
Pendek kata, semua pasar nasional diperlakukan dengan cara yang sama sebagai
segmen pasar global.
Namun demikian, sebagaimana ditekankan oleh Bartlett dan Beamish (2010),
bahwa orientasi geosentris bagaimanapun merupakan kebutuhan tak terelakkan bagi
setiap organisasi yang beroperasi pada pasar berskala terbesar di dunia.
Orientasi tersebut seyogyanya dilaksanakan, meskipun prioritas tidak hanya
difokuskan pada pencapaian keberhasilan pasar semata, paling tidak untuk
sementara saja. Hal yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mempertahankan
kehadiran di pasar dan menjaga stabilisasi jangka panjang. Namun demikian
Bartlett dan Beamish (2010) berpendapat, alasan bahwa organisasi yang
beroperasi di pasar global masih memilih orientasi polisentris atau
regiosentris, dan bahkan etnosentris, memiliki argumen yang masuk akal juga,
namun bahwa para manajer papan atas mereka telah memiliki visi global.
Bagimanapun orientasi geosentris adalah karakteristik dari organisasi bisnis
transnasional berskala besar, yang melakukan bisnis di arena pasar dunia (Wiktor
et al., 2008). Organisasi yang memilih orientasi geosentris telah memiliki
landasan penelitian dan argumen pengambilan keputusan yang mendalam, dan tidak
semata-mata didasarkan pada asumsi yang kaku dan sembarangan, kesemuanya
merupakan hasil dari proses yang berkesinambungan dari suatu riset pasar.
Karenanya karakteristik geosentrik ini adalah salah satu fitur kunci yang
membedakan orientasi geosentris dari pendekatan lainnya.
2.5
Contoh Penerapan
EPRG
Manajemen Sumber Daya Manusia di PT
Astra Internasional
Kunci
keberhasilan Astra ini terletak pada komitmen bersama dalam mencapai tujuan
perusahaan yakni “Sejahtera Bersama Bangsa” dilandasi visi dan misi serta
filosofi “atur Dharma”. Selain itu keberhasilan Astra juga disebabkan karena
sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia (SDM) luar biasa hebat dan
berkelanjutan dengan memperhatikan setiap detailnya.
Ethnocentric
Pt astra yang
berasal dari jepang melakukan pendekatan Ethnocentric yakni segala aturan yang di terapkan di Indonesia
mengikuti negara asalnya yaitu jepang ( home country ).contohnya dalam dalam
peraturan sistem kerja.
Polycentric
Dalam pendekatan
ini pt astra memperkerjakan tenaga kerja lokal untuk mengarur kegiatan di
Indonesia, pendekatan ini bertujuan untuk memahami standar kerja lokal dengan
lebih baik serta untuk mereduksi biaya kompensasi yang harus dierikan kepada
pekerja ekspatriat. Kebijakan ini sekaligus menunjukkan bahwa perusahaan juga
memperhatikan kesejahteraan penduduk lokal dengan memberikan berbagai kesempatan
lapangan kerja dan tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam setempat saja.
Geocentric
Pendekatan
geosentrik ini berusaha mecari orang terbaik untuk pekerjaan-pekerjaan penting
melalui organisasi tanpa mempedulikan kewarganegaraannya. Biasanya pada
Pt.Astra bagian bagian penting misalnya manager produksi berasal dari negara
asalnya ( jepang) .Kebijakan ini lebih menekankan kepada pentingnya kompetensi
individu tanpa melihat ras maupun kebangsaannya. Pendekatan ini merupakan
langkah praktis dalam memenuhi tantangan global terhadap aspek profesionalitas
perusahaan.
Regiocentric
Pada pendekatan
ini, untuk menduduki posisi baik bisanya suvervisor biasanya berasal dari
negara asal maupun negara sewilayah.
Manajemen Sumber Daya Manusia di Korea Selatan
Etnosenstris
Kebudayaan ideal
Korea, sebenarnya kebanyakan hanya kebudayaan ideal turunan. Contohnya adalah
ajaran Kong-Hu-Chu yang melekat erat dalam kehidupan sosial dan etos kerja
orang Korea tentu saja bukan kebudayaan ideal asli Korea, karena seperti yang
kita ketahui bersama bahwa Kong-Hu-Cu adalah kebudayaan ideal dari Cina dengan
penggagasnya adalah Konfusius, seorang filsuf Cina. Kemudian, ada semangat
keagamaan yang berasal dari kebudayaan Buddha yang menganjurkan pengikutnya
agar beragama Buddha, inilah yang membuat orang Korea tertarik beragama. Tapi,
tentu saja ada kebudayaan ideal asli Korea, seperti Hwangdo (Jalan Ksatria).
Hwangdo mengajarkan bahwa orang Korea harus memiliki integritas dan disiplin
yang tinggi. Hwangdo pada dahulu kala tadinya hanya untuk bangsawan tapi,
sekarang semua orang Korea mengaplikasikannya. Keterbukaan pada ragam budaya
dari luar, membuat korea cenderung jauh dari budaya etnosentris. Semua diserap
menjadi nilai-nilai yang diaplikasikan secara positif pada etos kerja dan
sosialisasi Korea selatan. Mereka menerima kebudayaan dari luar dalam aplikasi
di dunia kerja, contohnya banyak perusahaan di Korea selatan misalnya Samsung,
menjadi posisi kunci operasional perusahaan internasional padahal masih
cenderung dipegang oleh orang-orang dari tuan rumah yang sudah mengadopsi
kebudayaan dan teknologi barat.
Polisentris
Kebijakan staff
Polisentris adalah kebijaksanaan dari Negara penyelenggara untuk mengelola
cabang. Negara asal memegang posisi kunci dari kepemimpinan perusahaan. Pendekatan
polisentris merupakan respon dari kekurangan pendekatan etnosentris. Pada
dasarnya Korea Selatan memiliki budaya yang plural dimana mereka menerima semua
karyawan tanpa melihat latar belakang budaya asal. Tetapi dalam hal
kepemimpinan dan design kerja maupun kemanagemenan perusahaan, Korea Selatan
sangat menganut system sentralisasi dimana budaya polisentris diterapkan.
Beberapa perusahaan multinasional di berbagai belahan dunia, masih menempatkan
kepemimpinan dari perusahaan asal di Korea Selatan.
Contohnya presiden direktur PT. LG Elektronik Indonesia yang berada di
kawasan industry Tangerang, dimana perusahaan tersebut berasal dari Korea
Selatan, adalah Mr. Kim Weon Dae yaitu delegasi dari PT. LG Elektronik South
Korea. Begitu pula dengan PT. Samsung Elektronik Indonesia yang berada di
kawasan industry Karawang (KIIC), presiden direkturnya adalah Mr. Gee Sung Choi
Geosentris
Kebijakan staff
Geosentris menempatkan orang pada pekerjaan yang tepat di organisasi, tanpa
melihat kebangsaaan. Contoh perusahaan Molex merupakan contoh tepat dalam
menempatkan orang dalam posisi yang tepat. Pada budaya Korea Selatan, menganut
non etosentris dikalangan fungsi lini karyawan. Tetapi efek dari hal itu
menimbulkan budaya polisentris pada kalangan jajaran manajemen atas. Maka
pelaksanaan budaya geosentris tersegmentasi dalam kedua kalangan atas dan
bawah. Dimana penerapan budaya geosentris banyak diterapkan pada lini bawah
atau team karyawan pelaksana. Perusahaan tidak memandang asal usul budaya asal
seseorang karyawan, melainkan kinerjalah yang berbicara. Pada sampai akhirnya
membuat suatu batasan prospek berkarir di Korea Selatan, bagi ekspatriat tidak
bisa berharap banyak menduduki manajemen jajaran atas. Tetapi tidak menghalangi
memiliki pengalaman dan bereksplorasi berkarya di Korea Selatan menjadi sangat
terbuka bagi sebagian bidang karir khususnya yang berbau teknologi dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Model EPRG bertujuan untuk mengidentifikasi orientasi suatu organisasi,
dimana biaya dan keuntungan organisasi akan berbeda tergantung pada orientasi
model tersebut. Oleh karena itu identifikasi akan orientasi yang tepat adalah
sangat penting. Demikian pula halnya adalah penting agar budaya organisasi,
strategi pemasaran, dan lain sebagainya dilaksanakan secara konsisten, sehingga
organisasi dapat beroperasi secara efisien di pasar. Model Etnosentris berasumsi
bahwa negara asalnya lebih unggul dibanding negara lain di dunia. Manajemen
hanya melihat persamaan yang ada di pasar dan berasumsi bahwa produk dan
kebiasaan yang sukses di negeri sendiri akan sukses juga di mana saja. Model
polisentris berasumsi bahwa masing-masing negara adalah unik sehingga
mengembangkan strategi yang berbeda-beda. Masing-masing anak perusahaan di luar
negeri mengembangkan strategi bisnis dan pemasarannya sendiri-sendiri.Orientasi
regiosentris hampir mirip dengan polisentris, namun organisasi polisentris
tidak hanya mengakui adanya perbedaan sifat spesifik pada pasar luar negeri,
akan tetapi juga juga merasakan adanya sejumlah kesamaan dari masing-masing
pasar luar negeri.Orientasi geosentris lebih berfokus pada mengambil manfaat
dari skala ekonomi. Hal tersebut telah memicu peningkatan kualitas produk dan
pelayanan yang ditawarkan dengan menggunakan sumber daya global secara efisien.
DAFTAR PUSTAKA
https://sbm.binus.ac.id/2015/06/08/orientasi-bisnis-global-model-eprg-bagian-2/
https://www.slideshare.net/destywidianty/bisnis-internasional-korea-selatan
https://www.jengyuni.com/inspirasi-60-tahun-astra/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar